Menata Langkah (Model Refleksi 4F PGP Modul 1.1 Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara)

 




Tak sekadar bermakna gerakan kaki, langkah bermakna sikap (tindak-tanduk) dan tahap atau bagian.  Langkah–penulis ambil sebagai pijakan dalam mengikuti serangkaian Pendidikan Calon Guru Penggerak (Pendidikan CGP) Angkatan 7 yang baru saja dimulai. Salah satu mewujudkan langkah itu penulis rangkai ke dalam jurnal refleksi. Urgensi refleksi dalam pendidikan ini antara lain dinyatakan oleh Bain dkk (1999) sebagai salah satu elemen kunci pengembangan keprofesian. Jurnal refleksi juga sebagai pijakan bagaimana memikirkan langkah berikutnya untuk meningkatkan praktik yang sudah berlangsung (Driscoll & Teh, 2001) dan sarana menyadari emosi dan reaksi diri yang terjadi sepanjang pembelajaran (Denton, 2018). 

Bertalian dengan pendapat yang dikemukakan oleh ketiga ahli di atas, refleksi tidaklah sekadar menuliskan apa yang terjadi dan dialami. Namun, melibatkan emosi. Pada saat ini, penulis telah menjalani Pendidikan CGP pada pembelajaran Modul 1.1 (Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional  Ki Hadjar Dewantara

Penulis melukiskan refleksi itu ke dalam sebuah kisah narasi dengan membuat kesinambungannya dengan model 4F (Facts atau peristiwa, Feelings atau perasaan, Findings atau pembelajaran, dan Future atau penerapan). Sebuah model refleksi yang dikembangkan oleh Dr. Roger Greenaway itu memudahkan menulis kisah yang penulis beri judul Menata Langkah.

Semilir angin September menuai nuansa yang begitu berbeda. Bulan kesembilan itu tertuju sebuah makna yang begitu mendalam kala kubaca sebuah pengumuman lolos seleksi CGP tahap 2 tertanggal 26 September ini. Itu artinya, pintu gerbang perjalananku belajar bagaimana menuntut murid sudah di depan mata. Bersama denganku, keseluruhan CGP di sekolahku berjumlah 5 orang.

Berbagai rasa memenuhi hatiku. Seolah akan menggapai angan yang sedang melambai-lambai. “Kita sedang melakukan zoom pembukaan CGP Angkatan 7 oleh Bapak Nadiem Makarim, Bu,” kataku hari ini, 20 Oktober 2022 pada temanku memberikan semangat membara akan pencapaian ini. 

Aku mulai dikenalkan LMS. Sebuah media PJJ akan membersamakanku selama enam bulan ke depan. Saat ini, pada tanggal 21 Oktober sedang kukerjakan Pre Test Modul 1. Kuharus mengenali fitur-fitur yang disajikan LMS itu dengan baik. Begitu banyak pertanyaan yang masih serasa asing bagiku.

Aku mulai mengenali alur Merdeka yang bertautan itu. Salah satu kegiatan dalam eksplorasi konsep adalah membuat blog yang terdiri dari 300-500 kata. Aku menyusunnya dengan ala kadarnya karena ketidakmampuanku memahami itu adalah sebuah blog yang bisa diakses. 

Saat menapaki alur Ruang Kolaborasi, interaksi dengan teman CGP dalam kelas 219 dengan didampingi oleh fasilitator dalam menuai rasa penasaranku. Aku dihadapkan pada kekuranganpercayaan diri dalam berbicara via google meet itu. Pada sesi ini, serangkaian pembelajaran menemukali nilai luhur kearifan lokal budaya daerah asal yang relevan menjadi penguatan karakter murid sebagai individu dan masyarakat. 

Kegiatan berhari-hari dalam rangkaian alur merdeka itu membuat pikiranku tegang. Saat menuju alur Demonstrasi Kontekstual, ketegangan itu beranjak turun saat kami diberi tugas sebuah refleksi ke dalam berbagai bentuk yang disajikan. Aku senang, keinginanku untuk menggoreskan aksara-aksara untuk membahasakan anganku terangkai dalam puisi Semerbak Sayang. Kukatakan pada bait-baitnya bahwa aku ingin mewarnai murid-muridku seindah pelangi. 

Saat ini, saat gerhana bulan pada 8 November ini kutuliskan sebuah koneksi antarmateri. Kupaparkan segala rasa mendapatkan kesempatan mengikuti PGP ini laksana pelangi. 

Sebagai pijakan kegiatan lokakarya, aku menjalani Lokakarya Orientasi pada pagi yang begitu sejuk ini. Sebuah pagi yang belum kami mengerti bagaimana kegiatannya. Sebelumnya, seluruh CGP Angkatan 7 dikumpulkan menjadi satu ruangan sebelum akhirnya dikelompokkan menjadi beberapa kelas. Kelas itu terdiri dari Magetan 1 sampai dengan Magetan 7. Setiap kelompok terdiri dari tiga kelas CGP. 

Pada pijakan Modul 1.1 ini aku belajar banyak hal. Aku harus paham bahwa benih padi tidaklah sama dengan benih jagung. Begitulah KHD mengibaratkan murid kita. Tugas guru adalah menuntun murid agar bahagia dan selamat setinggi-tingginya sebagai individu dan masyarakat. Menghamba, begitulah KHD menciptakan istilah itu. 

Aku tahu. Mempelajari modul ini tak kuharapkan tangan kosong. Seperti itulah esensinya. Artinya, sebuah penghambaan kepada murid harus aku upayakan. Murid tak sama, kataku pada diri sendiri. Mereka memiliki kodrat alam yang dibawa sejak lahir. Dalam menghamba itu, tuntunan kodrat zaman harus tak boleh luput. Bagaimanapun, menuntut murid tahun 2022 ini pastilah tidak sama dengan tahun 2012. Sepuluh tahun itu tentu mengiringi perubahan. Salah satunya adalah adanya ponsel pintar yang menyediakan fitur-fitur yang didesain untuk memenuhi kebutuhan zaman sekarang. Aku masih mengingat dengan jelas bahwa di masa tahun 2012, tak kukenali sebuah kelas interaktif PJJ yaitu classroom. Era pandemi Covid-19 ini tak bisa demikian. Belajar online merupakan sebuah kebutuhan.

Kuyakinkan salam sanubari. Segenap semangat dan pembelajaran ini sebagai bekal berharga dalam menghamba pada murid untuk menuju tujuan pendidikan nasional. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kesinambungan Peran Pendidik dalam Mewujudkan Filosofi Pendidikan KHD dan Profil Pelajar Pancasila dengan Paradigma Inkuiri Apresiatif (IA)

Penentuan Visi: Pencerahan dan Implementasinya

Berefleksi Modul PGP 1.2 “Nilai dan Peran Guru Penggerak” melalui Model Description, Examination and Articulation of Learning (DEAL)