Risalah Menggapai Cita-cita (Refleksi 4F dalam Modul 1.3 “Visi Guru Penggerak”)

 



Tahapan-tahapan modul demi modul dalam CGP telah sampai pada modul ketiganya “Visi Guru Penggerak”. Sebagaimana pengalaman menuliskan jurnal refleksi sebagai salah satu langkah dalam meningkatkan praktik yang berlangsung pada dua modul sebelumnya, pengalaman yang berharga ini layak penulis abadikan.

Pelibatan emosi sebagai urun refleksi yang tidak hanya menuliskan hal yang terjadi dan dialami, kembali penulis sajikan dalam bentuk narasi. Dalam hemat penulis, narasi ini mudah untuk menautkan kesinambungan emosi-emosi itu. Kesinambungan emosi dengan hal yang terjadi dan alami penulis terangkum dalam model 4F (Facts atau peristiwa, Feelings atau perasaan, Findings atau pembelajaran, dan Future atau penerapan) yang dikembangkan oleh Dr. Roger Greenaway dengan mengambil irah-irahan Risalah Menggapai Cita-cita. 

Dheg. Dadaku berdesir saat menerima tugas merumuskan visi guru penggerak. Bukankah aku ini hanya guru biasa? Bukankah visi adalah tugas yang hanya dirumuskan oleh kepala sekolah? Jika merumuskan visi, akankah itu mudah disetujui? Pertanyaan-pertanyaan itu begitu menghunjam. Sebagai guru yang masih begitu pagi ibarat pengalaman mengajar merupakan sebuah hari, nyata pengalaman yang kudapatkan masih remeh. 

Kucoba menetralkan pikiran yang berkecamuk itu dengan mempelajari tahapan awal alur Merdeka yang dimulai dari diri. Kuyakinkan pada diriku bagaimana memimpikan murid di masa depan, mengisi kalimat rumpang, dan kemudian menjelaskan visinya.

Aku masih mengingat ujaran yang sering kudengar. Tidak ada yang tidak mungkin menurut Penguasa Semesta. Aku beranjak belajar dan kutemukan sebuah lentera sebagaimana diayatkan oleh-Nya “Allah pemberi cahaya kepada langit dan bumi.”

Pandanganku tentang visi bukanlah tugas guru telah tercerahkan. Modul 1.3 menyajikan pentingnya visi yang mengambil teladan dari Mahapatih Majapahit, Gadjah Mada. Beliau bukanlah seorang Raja. Namun, karena visinya yang begitu kuat, menyeluruh, dan diamini oleh seluruh Majapahit, Sumpah Palapa dapat mempersatukan negeri yang gemah ripah loh jinawi ini.

Menjalankan visi tak hanya dilakukan tanpa arah. Membuat prakarsa pembelajaran dengan tahapan BAGJA dengan pendekatan Inkuari Apresiatif memantapkan menyusun visi. Keyakinan bahwa visi ibarat bintang penunjuk arah seorang penjelajah. Pengalaman mempelajari alur Eksporasi Konsep menuai pemahaman yang hakiki bagaimana meniti langkah yang pasti itu.

Pentingnya visi termantapkan adanya ruang kolaborasi sesi 1 dan 2 yang dengan peran Fasilitator. Kami ditempa sedemikian rupa bagaimana BAGJA yang disusun dengan terarah. Tahapan Buat Pertanyaan, Ambil Pelajaran, Gali Mimpi, Jabarkan Rencana, dan Atur Ekskekusi yang dicontohkan dalam pembelajaran ini langsung mengikis kegusaran hati mengapa sebagai guru penting menyusun visi. Bukankah kita ingin memimpinkan masa depan murid? Bukankah pekerjaan guru bukanlah menyusun administratif?

Urgensi pentingnya guru menyusun visi lebih terkukuhkan saat kegiatan Pendampingan Individu. Semangat kian aku pompa saat kupresentasikan sebuah visi Pelangi. Salah satu aksi nyata yang kulakukan untuk menggapai visi itu antara lain Liteasi. Kuinginkan murid-muridku dapat merangkai aksara yang bermakna dalam mengukir sejarah dan perbaikan. Kuakatakan pada murid-muridku, bukankah kekuatan kata dapat berpengaruh pada dunia?

Sedikit demi sedikit kuperlebar keyakinanku tentang bintang penunjuk arah bagi penjelajah yang ditopang guru dengan merakit mimpinya yang menjulang dengan visi demi masa depan murid. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kesinambungan Peran Pendidik dalam Mewujudkan Filosofi Pendidikan KHD dan Profil Pelajar Pancasila dengan Paradigma Inkuiri Apresiatif (IA)

Penentuan Visi: Pencerahan dan Implementasinya

Berefleksi Modul PGP 1.2 “Nilai dan Peran Guru Penggerak” melalui Model Description, Examination and Articulation of Learning (DEAL)